TERNYATA, pendirian Masjid Agung Nur Ala Nur Panyabungan, menyimpan sejarah pendirian masjid kebanggaan warga Madina khususnya, warga kaum muslimin umumnya.
Alkisah, lokasi yang kini menjadi Masjid Agung Nur Ala Nur, sebelumnya hanyalah hamparan tanah kosong di pinggir Aek Godang, Parbangunan, Kec. Panyabungan, Kab. Mandailing Natal.
Saat itu, ketika masyarakat melintasi jalan besar di pinggir sungai, selalu menyedot perhatian. Maklum saja, di situ terpampang: DI SINI AKAN DIBANGUN MASJID AGUNG.
Nah, serangkaian persiapan pun dilakukan. Lahan Pemkab Madina sekira 3 ha yang dipersiapkan sebagian membangun masjid agung, pun dirancang. Truk hilir-mudik membawa material melakukan penimbunan.
Sampai di sini, muncul pro kontra. Satu bagian, menyambut baik dan sangat antusias gagasan H. Amru Daulay (waktu itu Bupati Madina) untuk membangun masjid agung kebanggaan.
Ada pula khawatir pembangunan masjid agung di pinggir sungai. Khawatir karena lokasinya, jangan-jangan rentan banjir. Kekhawatiran lainnya, karena dibangun di lokasi yang bukan berdekatan langsung dengan pemukiman penduduk.
Seiring waktu, semua berjalan baik, sampai akhirnya pembangunan masjid agung rampung. Sekarang, jadilah Masjid Agung Nur Ala Nur Panyabungan, yang tampak berdiri sangat anggun di Kab. Madina yang madani, negeri beradat taat beribadat.
“Alhamdulillah, ini jasa Pak H. Amru Daulay sampai masjid ini berdiri. Nama Nur Ala Nur atas usul Pak Amru (Daulay). Tentu saja, insya Allah, ini menjadi amal baik beliau,” ujar H. Alwin Tanjung, M.Th, salahseorang pengurus Dewan Kemakmuran Masjid Agung Nur Ala Nur Panyabungan, Sabtu (15/10).
Sambil sarapan seusai shalat subuh, didampingi pengurus DKM dan jamaah, H. Alwin Tanjung mengungkapkan,
masjid agung memiliki sejarah yang lumayan panjang. “Pembangunan masjid sudah digagas 2005 dan selesai 2009,” ujarnya.
Sarjana teologi alumni India Nadwatul Ulama Locknow (S1) dan alumni Aligarh Muslim University Aligarh (S2) mengungkapkan, keberadaan Masjid Agung Nur Ala Nur Panyabungan membawa banyak kemaslahatan.
Alwin Tanjung, Wakil Ketua Baznas Madina mengungkapkan, lokasi ini sangat repsentatif. Selain berada di pinggir jalan besar, punya lapangan parkir memadai, juga tidak khawatir bahaya banjir. “Alhamdulillah,” katanya.
Guru Musthafawiyah dan dosen STAIM memperhatikan sederetan parkir kendaraan para musyafir, yang singgah di Masjid Agung Nur Ala Nur untuk shalat subuh berjamaah.
Program sarapan gratis untuk musyafir dan jamaah, dimaksudkan untuk lebih memperat ukhuwah. Musyafir dan jamaah duduk bersama sambil sarapan, saling bertukar kabar dan saling tukar cerita.
Menu sarapan bervariasi disiapkan pihak masjid, mulai dari nasi goreng, nasi uduk, sampai pulut pakai goreng pisang panas-panas. Alhamdulillah.**** Irham Hagabean Nasution **** (Bersambung, Kisah Keumatan Masjid Agung Nur Ala Nur)