Maraknya Anak Tak Dapat Hak Hingga Eksploitasi

  • Bagikan

Medan ( Berita ) : SETIAP anak berhak menerima perhatian dan perlindungan dari orangtua, bahkan mendapatkan pendidikan yang layak, dan jauh dari tindak kekerasan.

Hak anak lainnya yang harus didapatkan juga diantaranya hak bermain, hak rekreasi bahkan hak mendapatkan makanan.

Miris sekali, saat ini banyak ditemui anak tidak mendapatkan haknya. Bahkan sering mendapatkan perlakuan buruk dari orang dewasa, hingga dieksploitasi.

Sehingga pemandangan anak berada dijalanan dengan beragam aktivitas kini sudah menjadi hal biasa.

Aktivitas anak dijalanan ini sering tertangkap mata disejumlah persimpangan di Kota Medan.

Anak-anak itu ada yang modusnya berjualan aneka dagangan, membadut, ngamen, jual buku, membersihkan kaca mobil, meminta sumbangan dengan membawa kotak infaq, dan ada juga anak yang masih berumur bulanan dibawa orangtuanya meminta-minta dijalanan.

Para anak-anak itu bahkan banyak terpaksa putus sekolah. Alasannya kebanyakan hanya karena tidak memiliki biaya, dan ada juga alasan lainnya.

Saat Waspada berkeliling Kota Medan, tampak setiap hari tiada yang berubah, anak-anak yang harusnya masih usia bermain, usia dimana mendapatkan kasih sayang itu terus marak dijalanan.

Bahkan mereka tampak ada yang melakoni aktivitas jalanannya sendirian ada juga yang bergerombol. Apa motivasi mereka melakoni aktivitas di kerasnya jalanan ?

Siapa pula yang memotivasi mereka ? Berikut pengakuan sejumlah anak jalanan kepada Waspada.

Sebut saja Bungab 10, ia warga Medan,berjualan koran karena untuk membantu orangtua.

Penghasilan yang diperolehnya katanya akan diberikan kepada orang tuanya. Sisanya buat jajan.

Cempaka, 10, jual air mineral masih dengan alasan yang sama. Tubuh mungilnya bahkan kerap diguyur hujan demi menjajakan air mineral di jalanan.

Mengarah ke jalan Titipapan, ditemui bayi berusia 9 bulan yang berada di gendongan ibunya berpanas-panas dibawa kedua orangtuanya mengamen di salah satu SPBU dikawasan itu.

Hanya berlindungkan payung, bayi perempuan itu tampak kepanasan dan apalagi banyak debu yang pastinya dapat menganggu kesehatannya.

Pasangan tunanetra Iyus (44) dan Yudi (52) orangtua dari bayi itu mengaku terpaksa membawa bayinya mengamen karena tidak ada yang menjaga dan kalau dititipkan ia mengaku tidak ada uang membayar jasa titip anak.

“Kita bawa karena gak ada yang jaga, diakan masih kecil kali untuk ditinggal. Kalau abangnyas aya titipkan, cuma itu yang sanggup saya bayar jasa titip,” kata Iyus sembari ia mengaku merasa kasihan terhadap anak-anaknya karena kondisi dia dan suaminya yang susah.

Katanya, memilih mengamen karena terdampak pandemi, dulunya mereka juru pijat, namun itu tidak bisa dilakoni lagi karena tidak dapat menutupi kehidupan sehari-hari membayar rumah sewa yang harganya selangit untuk kalangan sepertinya.

Aktivitas anak  yang tidak mendapatkan haknya juga terjadi di sejumlah kawasan pinggiran kota Medan,  di Belawan misalnya, terdapat banyak anak dan remaja mengulum mimpinya untuk bersekolah tinggi karena harus bekerja membantu memenuhi kebutuan keluarga.

Muhammad Hanafi (17). Jalan Ujung Tanjung Seberang Lingkungan15 Bagan Deli , Belawan. Remaja berparas manis ini mengaku harus bekerja melaut di perairan Belawan mencari ikan untuk membantu ekonomi keluarganya.

Ia anak ke 3 dari 4 berasaudara,merasa tidak tega melihat ibunya yang seorang janda yang kesusahan menghidupinya juga adiknya.

“Saya kasihan lihat mamak, jadi karena itulah saya melaut untuk bantu mamak. Dari situlah untuk memenuhi hidup hari-hari,” kata Hanafi anak kedua dari tiga bersaudara ini.

Padahal, remaja ini mengaku sangat ingin mengenyam pendidikan di bangku sekolah, dan ia siap jika ada uluran bantuan pemerintah untuk menggandengnya mengecap pendidikan kembali.

Memprihatinkan memang, apa kata para penggiat peduli anak ? Ketua Forum Konsultasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak(FK Puspa) Kota Medan, Muhammad Jailani menyebutkan, jika ditilik dari segi hukum, orangtua yang eksploitasi anak bisa kena sanksi.

Namun pada  sisi lain tidak bisa hanya menjalankan sanksi saja, harus ada upaya penanganan lanjutan dan upaya pencegahan.

Bagaimana dengan peran Dinas Sosial terkait aktivitas anak-anak di jalanan ?

Jailani menyebutkan, dinas itu harus secepatnya membangun rumah perlindungan sosial, yang memiliki fungsi hingga layanan lanjutan bagi anak anak yang dipergunakan pengemis, kemudian harus tracing keluarganya, karena patut kita duga, banyak anak-anak yang dipergunakan juga bukan anak kandung dari orang dewasa yang mengemis.

“Kalau pemerintah Kota Medan, harus mengevaluasi dan merevisi kebijakan pencegahan anak menjadi atau dipergunakan Sebagai pengemis, sehingga kebijakan tersebut dapat implementatif dan integratif,”pungkasnya.

Bagaimana pula Dimata Pengamat hukum ? Adakah saksi atau keadilan bagi mereka ? PraktisiHukum Dr Redyanto Sidi SH MH  berpandangan, eksploitasi anak dengan alasan apapun tidak bisa dibenarkan.

“Kita sangat menyayangkan adanya eksplotasi anak ini, baik dengan alasan apapun, karena menurut hukum itu sewajarnya tidak dilakukan dan dalam Undang-undang Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014 bisa diancam dengan hukuman 15 tahun penjara,” ujarnya.

Namun demikian, menurutnya menyikapi maraknya fenomena anak jalanan yang berujung eksploitasi ini, sebaiknya dinas-dinas  terkait seperti dinas sosial, dinas pemberdayaan  perempuan dan anak dan  pemerintah pada umumnya agar dapat mencari solusi bagaimana orangtua tidak melakukan eskploitasi tersebut.

“Karena sebenarnya kalau kita lihat orangtua ini kan ada yang melalukan eksploitasi anak karena ketidaktahuan, juga ada karena keterpaksaan dan yang ketiga memang karena kesengajaan.

Inilah mungkin yang menjadi faktor sehingga mendorong bagaimana cara mendapatkan penghasilan dengan cara menggunakan anak, karena anak lebih mudah dimanfaatkan. Jadi, orang yang melihatnya pun kasihan,” ujarnya.

Ia menyarankan, agar pemerintah terkait,sebaiknya menelusuri  faktor-faktor apa saja yang mendasari orangtua mengeksploitasi anaknya.

“Saya pikir harus ditelusuri dulu faktor apa yang mendorongnya melakukan itu, misalnya karena kesengajaan dan paksaaan,  ini harus dipidana.

Tapi kalau situasinya memang pelik,saya pikir ditelusuri dulu lebih jauh karena memang tidak ada juga sebenarnya orangtua yang memaksa anaknya untuk itu,” jelasnya.

“Faktor faktor inilah yang harus ditelusuri dulu. Jangan cepat berspekulasi. Pemerintah baiknya turun dulu ke lapangan supaya jelas semuanya,  apa sebenarnya yang melandasi eksploitasi itu,” pungkasnya.

Dan apa yang dilakukan oleh dinas sosial dan walikota menyelesaikan masalah ini ?

Fakhruddin, SH Plt. Kadis Sosial Kota Medan menjawab pihaknya tetap melakukan pengawasan dan  pengendalian serta melakukan penertiban dilapangan.

Namun, lagi-lagi alasan dengan keterbatasan sarana dan prasarana sehingga belum bisa tuntas sesuai yang diharapkan menjadi alasan klasik.

Salah satunya rumah perlindungan sosial untuk tempat pembinaan yang tidak kunjung selesai sehingga  kesulitan melakukan pembinaan.

“Rumah perlindungan sosial Masih dibangun di Tuntungan, rencananya tahun depan mau disiapkan 100 persen.

Kita sudah pernah melakukan razia gabungan, kemarin ada kerjasama dengan polres itu memang semua hampir rata-rata ekonomi dan ada juga eksploitasi.

Namun orang yang mengeksploitasi belum bisa kita dapat inila harapan kita begitu sarana lengkap kita akan kita intai dilapangan.

Sampai sekarang mobil patroli kita pun baru dua, saya sudah minta saranai tu dilengkapi tahun depan. Saya berharap petugas juga ditambah. Jadi setiap persimpangan tiap kecamatan ada yang mengawasi,” ucapnya.

Salah satu upayanya kedepan katanya,  akan membuat pengumuman di tiap persimpangan bahwa memberi itu dilarang peraturan.

Sepanjang saya lihat kalau tidak ada yang memberi tidak akan bertahan mereka. Jadi himbauan kesadaran masyarakat itu perlu. Kalau memberi itu ketempat yang resmi. (Wsp)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *