2021 Inflasi Sumut Diprediksi Meningkat

  • Bagikan
Kepala Perwakilan BI Provinsi Sumatera Utara Soekowardojo. Beritasore/Laswie Wakid
Kepala Perwakilan BI Provinsi Sumatera Utara Soekowardojo. Beritasore/Laswie Wakid

MEDAN (Berita) : Pada tahun 2021, Sumatera Utara diawali dengan penurunan tekanan inflasi, namun inflasi Sumatera Utara secara keseluruhan tahun 2021 diperkirakan meningkat yang didorong mulai pulihnya kegiatan ekonomi masyarakat akibat kondisi pandemi yang membaik.

“Daya beli masyarakat diprakirakan membaik karena lapangan kerja yang kembali normal dan kapasitas produksi yang berangsur menuju optimal.

“Prakiraan ini sebaiknya perlu menjadi perhatian kita semua, sehingga kebijakan pengendalian inflasi yang ditempuh akan terus fokus terhadap tiga upaya pengendalian inflasi,” kata Soekowardojo, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Utara Rabu (24/2/2021).

Ia menjelaskan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) didorong oleh membaiknya daya beli masyarakat (asumsi pandemi Covid-19 telah diimbangi oleh penanganan kesehatan serta vaksinasi dan pemulihan ekonomi berjalan optimal).

Inflasi inti, meningkatnya permintaan masyarakat seiring dengan perekonomian yang membaik, lapangan kerja yang kembali normal serta tunjangan-tunjangan yang kembali dibayarkan Inflasi volatile food yakni meningkatnya harga komoditas bumbu-bumbuan, khususnya cabai merah, seiring dengan produksi yang belum optimal di tengah permintaan yang tinggi.

Inflasi Adm. Prices yakni enyesuaian tarif listrik ke kondisi normal pasca Covid-19, meningkatnya kebutuhan energi setelah aktivitas produksi berjalan normal Soekowardojo menambahkan untuk mengendalikan inflasi 2021 diperlukan tiga upaya.

Berdasarkan hasil Rakorprov untuk stabilisasi harga 2021, terdapat tiga fokus upaya pengendalian inflasi yang dapat dilakukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara antara lain dengan perbaikan infrastruktur pendukung seperti penguatan BUMD Pangan, penyediaan CAS, dan pengoptimalan SRG, membangun neraca pangan daerah, dan mengoptimalkan intervensi pemerintah.

Ia juga mengungkapkan, adanya daya beli masyarakat yang diprakirakan membaik karena lapangan kerja kembali normal dan kapasitas produksi berangsur menuju optimal.

“Prakiraan ini sebaiknya perlu menjadi perhatian kita semua, sehingga kebijakan pengendalian inflasi yang ditempuh akan terus fokus terhadap tiga upaya pengendalian inflasi,” katanya.

Soekowardojo juga menuturkan pada awal 2021, Sumatera Utara tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dibandingkan tahun 2020. Penurunan terjadi di beberapa kelompok, terutama deflasi pada kelompok dengan andil terbesar yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau.

“Deflasi bersumber dari kelompok volatile food komoditas cabai merah dan bawang merah,” ujarnya.

Sementara itu, katanya, penurunan lebih lanjut tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi beberapa kelompok, terutama kelompok kesehatan dan penyediaan makanan dan minuman/restoran seiring dengan permintaan masyarakat yang tinggi terhadap produk kesehatan seperti masker dan mulai kembali meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap makanan dan minuman.

Andil inflasi kelompok pada Januari 2021 untuk makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,31. Pada pakaian dan alas kaki 0,12, perumahan, air, listrik, dan bahan bakar RT 0,00 perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin RT 0,09, kesehatan 0,04.

Selain itu andil inflasi pada transportasi -0,12, informasi, komunikasi, dan jasa keuangan -0,08, rekreasi, olahraga, dan budaya 0,01, pendidikan 0,02, penyediaan makanan dan minuman/restoran 0,13 perawatan pribadi dan jasa lainnya 0,32.

Pada Januari 2021, Sumatera Utara tercatat inflasi sebesar 0,45% (mtm), turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,75% (mtm).

Secara spasial, seluruh Kota IHK mengalami penurunan inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Pematangsiantar sebesar 1,13% (mtm) diikuti oleh Gunung Sitoli sebesar 1,08% (mtm). Inflasi bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau terutama komoditas aneka ikan.

Ia menilai curah hujan yang tinggi menurunkan aktivitas melaut nelayan sehingga pasokan berbagai ikan berkurang.

Sedangkan pasokan cabai merah yang melimpah mendorong penurunan harga secara keseluruhan. Di sisi lain, inflasi lebih lanjut juga tertahan oleh penurunan harga emas perhiasan sejalan dengan penurunan emas global. (wie)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *